全印尼唯一的原华校校友的中文网站

印尼西华旅泗校友网的建设非赢利为目的,以公益为已任,以人为本,以史为鉴,作为发起本站建设的我,当发现互联网上西华网站还是一片空白时,就有一种相当强烈的失落感,由此产生了我建设西华网站的强烈欲望,义不容辞地承担起建设西华网的职责,现在西华网站建设仍可说是刚刚起步,仍属于建设初期,还有许多的网络交流互动功能还没完善,在这里我真诚的希望有更多的校友加盟西华网的建设,希望全体西华校友献计献策,各尽其能:当您有少许时间关注网络生活时,别忘了登录西华网,为西华网提供有意义的文字和图片、视频资料;有广大校友的关爱,网站建设的困难和不足必会得到解决,我们西华网站一定会在互联网上的各校友网站中出类拔萃。给我支持,我会更加努力,将西华网站的建设作为自已的一项爱好为之勤奋。愿西华网站的人气越来越高!越办越好!

亲爱的校友

印尼西华旅泗校友网的建设非赢利为目的,以公益为已任,以人为本,以史为鉴,作为发起本站建设的我,当发现互联网上西华网站还是一片空白时,就有一种相当强烈的失落感,由此产生了我建设西华网站的强烈欲望,义不容辞地承担起建设西华网的职责,现在西华网站建设仍可说是刚刚起步,仍属于建设初期,还有许多的网络交流互动功能还没完善,在这里我真诚的希望有更多的校友加盟西华网的建设,希望全体西华校友献计献策,各尽其能:当您有少许时间关注网络生活时,别忘了登录西华网,为西华网提供有意义的文字和图片、视频资料;有广大校友的关爱,网站建设的困难和不足必会得到解决,我们西华网站一定会在互联网上的各校友网站中出类拔萃。给我支持,我会更加努力,将西华网站的建设作为自已的一项爱好为之勤奋。愿西华网站的人气越来越高!越办越好!
狐狸和乌鸦,一人一块肉, 狐狸对乌鸦说,我们把你的肉拿出来吃吃啊,乌鸦想 :我个子小 ,两个人一起吃也够。 就点头同意了。酒足饭饱之后,狐狸有些得意忘形, 说道, 兄弟呀,不是我说你 有多的肉呢,放到冬天吃, 冬天肉不好找呀。乌鸦一看自己的肉没有了。 狐狸痛苦得想了很久 一边把自己的肉放好, 一边说,这样吧,不吃你的肉了。 这就是所谓的自己的肉自己吃, 别人的肉分着吃。

2007年11月13日星期二

Situbondo

印度尼西亚爪哇岛东部商业城市。位于泗水东南200公里。人口约70万。铁路和公路连接爪哇的主要城镇。稻、糖、花生和玉米的集散地。西都文罗(Situbondo)人口约70万。铁路和公路连接爪哇的主要城镇。稻、糖、花生和玉米的集散地。 附近沿岸紅樹林不多,而且為沙岸,因此海水清澈,是進行魚、蝦苗繁殖適當的地點。該所已於去年將老鼠斑繁殖成功,唯數量不多,今年則生產出大量的魚苗,可見其技術正在進步中,速度比台灣還要快。除老鼠斑之外,該所已初步獲得波紋鸚鯛(蘇美)的受精卵,但是並未繁殖出魚苗。種魚的取得甚為方便,如有必要興建繁殖場,必須尋找類似的場所,進行繁殖工作,則可事半功倍。 政府计划与俄罗斯一财团合资在东爪哇省的Situbondo建立一座炼油厂,预计该项目投资额达30亿美元。该炼油厂拟建于距雅加达850千米的Situbondo海岸,占地面积达400公顷。东爪哇行政长官Imam Utomo说,印尼与俄罗斯财团将于11月份签署一份合作协议,但Imam Utomo并没有透露这家俄罗斯财团的名称。他补充说,印尼总统苏西洛将亲自与俄罗斯方面签署谅解备忘录。除了建立炼油厂,该协议还包括双方在科学技术和旅游领域的合作。  该炼油厂设计产能为每天加工处理原油15万桶,主要生产汽油、柴油和润滑剂。俄罗斯财团将与东爪哇政府辖属的PT Petrogas Jatim Utama合作开展该炼油厂的建造和经营
Kabupaten Situbondo adalah suatu kabupaten di Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak didaerah pesisir utara pulau Jawa, dikelilingi oleh perkebunan tebu, tembakau, hutan lindung Baluran dan lokasi usaha perikanan. Dengan letaknya yang strategis, ditengah jalur transportasi darat Jawa Bali, kegiatan perekonomiannya tampak terjaga "hidup". Situbondo mempunyai pelabuhan title="Panarukan" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Panarukan&action=edit">Panarukan yang terkenal sebagai ujung timur dari Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan di pulau Jawa yang dibangun oleh Daendels pada era kolonial Belanda.

[sunting] Profil
Konon, Situbondo pada jaman dahulu merupakan suatu situ atau danau besar. Di jaman kejayaan kerajaan kerajaan Jawa dahulu Situbondo merupakan bagian dari konflik konflik perebutan wilayah dan kekuasaan Majapahit, Blambangan dan di daerah inilah diyakini perang Paregreg sebagai bagian dari kehancuran Majapahit terjadi.
Penduduk Situbondo berasal dari beragam suku, mayoritas berasal dari suku Jawa dan Madura. Pada tahun 1950-70 an kehidupan perekonomian kebanyakan ditunjang oleh industri gula dengan adanya 6 perkebunan dan pabrik gula di sekelilingnya , yaitu di Asembagus, Panji, Olean, Wringin Anom, Demas dan Prajekan. Namun dengan surutnya industri gula, pada tahun 1980 dan 1990-an kegiatan perekonomian bergeser kearah usaha perikanan. Usaha pembibitan dan pembesaran udang menjadi tumpuan masyarakat.
Mangga Manalagi, Gadung, dan Arumanis dari Situbondo sangat terkenal dan banyak dicari oleh penggemar buah. Namun sampai saat ini potensi ekonomi dari perkebunan mangga tersebut masih ditangani secara industri rumah tangga, belum dalam skala industri perkebunan.
Masyarakat Jawa Timur banyak mengenal Situbondo dari pantai Pasir Putih, suatu tempat rekreasi pantai yang berjarak kurang lebih 23 km disebelah barat Situbondo. Pasir Putih terkenal dengan pantainya yang landai dan berpasir putih. pada tahun 1960 - 1970 an masih banyak habitat laut yang bisa ditemukan dipantai ini. Kuda laut dan batu karang cantik berwarna warni banyak dijual di akuarium penjual ikan hias setempat. Namun kini makhluk tersebut tidak dapat ditemui lagi.
Sejarah Masa Silam
Di masa silam, daerah Situbondo merupakan daerah penting di pantai utara bagian timur pulau Jawa. Sebab di kawasan itu terdapat pelabuhan-pelabuhan penting seperti Panarukan, Kalbut dan Jangkar. Malah kota Panarukan pada abad ke-14 merupakan salah satu pangkalan penting bagi kerajaan Majapahit. Di Panarukan sudah berdiri kerajaan Keta (nama itu abadi sebagai desa Ketah di kecamatan Suboh, Situbondo - pen). Untuk merebut Keta - sebagaimana dituturkan dalam Negarakretagama pupuh XLIX/3 – Majapahit melakukannya dengan kekuatan senjata.
Kawasan Situbondo di masa silam termasuk ke dalam wilayah Wirabhumi. Dilihat dari segi nama, dapat diasumsikan bahwa penduduk di kawasan Wirabhumi adalah orang-orang yang memiliki sifat ksatria yang gagah perkasa dan tidak gampang tunduk kepada siapa saja yang ingin menguasai mereka. Mereka adalah orang-orang yang memiliki harga diri dan kehormatan tinggi. Mereka adalah orang-orang yang ingin merdeka dari tekanan siapa pun yang datang dari luar.
Sejarah setidaknya telah mencatat bahwa di daerah Wirabhumi ini telah sering pecah peperangan. Perang terbesar yang pada gilirannya meruntuhkan Majapahit, yakni Perang Paregreg terjadi di kawasan ini. Sejak kekuatan Bhre Wirabhumi dihancurkan Wikramawardhana dalam Perang Paregreg, daerah Wirabhumi seperti "terlepas" dari kontrol Majapahit. Rakyat di daerah itu menyusun sejarahnya sendiri. Bahkan saat agama Islam sudah menyebar di pulau Jawa abad ke-16, kawasan Wirabhumi sepertinya tetap berada di dalam cengkeraman raja-reja lokal yang masih beragama Hindu.
Pada 1535 Masehi seorang musafir Portugis bernama Galvao mengunjungi Panarukan. Galvao mencatat bahwa masyarakat di kawasan itu masih beragama Hindu. Seminggu sebelum kedatangannya, demikian Galvao, ia mendengar cerita bahwa ada seorang janda yang baru saja membakar diri untuk ikut mati bersama suaminya. Pada 1546 Sultan Trenggana dari Demak menyerang Panarukan dan beliau gugur dalam serangan tersebut. Sekalipun harus ditebus dengan gugurnya Sultan Trenggana, namun Demak berhasil menguasai wilayah Panarukan. Agama Islam pun mulai berkembang di Panarukan. Tahun 1575 -- secara tiba-tiba -- Panarukan direbut oleh raja Blambangan, Santaguna, yang masih beragama Hindu.
Pada 1579 seorang romo Jezuit, Bernardino Ferrari mengunjungi Panarukan untuk melayani orang-orang Portugis yang tinggal di situ. Ia berlayar dengan kapal Portugis yang berpangkalan di Malaka. Di kota pelabuhan itu ia mendapat sambutan ramah. Raja Santaguna bahkan meminta, dengan perantaraan perutusan, supaya lebih banyak misionaris dikirim.
Kira-kira tahun 1585 romo-romo kelompok biarawan Capucijn dari Malaka yang beroperasi juga di Blambangan berhasil mentahbiskan seorang "imam berhala", saudara sepupu raja "kafir" (Santaguna) di situ menjadi orang Kristen. Beberapa waktu berselang, bangsawan yang telah dikristenkan itu dibunuh oleh rakyat (De Graef, l986).
Tahun 1596 raja Pasuruan melakukan serangan ke Panarukan yang saat itu dirajai oleh keturunan Raja Santaguna yang dipertahankan pasukan-pasukan dari Bali pimpinan Jelantik. Dalam suatu pertempuran yang sengit, pasukan Islam berhasil meraih kemenangan bahkan berhasil menewaskan Jelantik. Dan sejak tahun 1600 -- begitu menurut catatan sejarah -- Panarukan telah menjadi Islam.
Kisah-kisah sejarah di kawasan Wirabhumi -- jika dikaji secara cermat -- cukup banyak yang mengandung muatan "rekayasa" politik di dalamnya yang seringkali meletus dalam bentuk pertempuran besar yang mengakibatkan jatuhnya korban rakyat kecil. Kisah pemberontakan Patih Mangkubhumi Nambi di awal abad ke-14, misalnya, adalah hasil rekayasa dari tokoh Mahapatih yang berambisi menjadi Patih Mangkabhumi. Dengan suatu manuver politik yang rapi, Mahapatih berhasil menyudutkan Nambi sebagai pejabat yang akan mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah pusat. Hasilnya, benteng Pajarakan yang menjadi basis kekuatan Nambi dihancurkan pasukan Majapahit. Nambi sekeluarga beserta pengikut-pengikutnya terbunuh. Dan Mahapatih, setelah peristiwa itu diangkat menjadi Patih Mangkubhumi Majapahit (Mulyana, l979).
Pada perempat akhir abad 16, menurut catatan sejarah daerah Situbondo tepatnya di sekitar Demung dan Ketah telah dijadikan ajang pertempuran akibat pertarungan antar kepentingan kelompok yang bersengketa dalam upaya merebut kekuasaan Mataram dari Amangkurat I. Dalam pertempuran itu, kekuatan Mataram yang berada di bawah perintah Amangkurat I berhadapan dengan pejuang Makassar yang secara rahasia berada di bawah perintah Adipati Anom, putera mahkota.
Menurut catatan Belanda dalam Daghregister 25 Januari 1674, Demung dekat Panarukan telah dijadikan benteng pertahanan oleh pasukan Makassar di bawah pimpinan Karaeng Bonto Marannu. Sejak Oktober 1674, orang-orang Makasar itu ditengarai telah menjadikan Demung sabagai tempat tinggalnya.
Pangeran Adipati Anom - putera mahkota Amangkurat I - yang mengincar kedudukan ayahandanya, rupanya telah menjalin hubungan rahasia dengan pimpinan warga Makassar di Demung yakni Karaeng Bonto Marannu. Dalam hubungan itu, terjalin pula sedikit hubungan antara orang-orang Makassar dengan Madura. Ini dikarenakan, Pangeran Adipati Anom juga menjalin hubungan rahasia dengan menantu Panembahan Rama yakni Trunojoyo dari Madura. Tetapi hubungan kedua kelompok itu tidak menjadi akrab dan tidak berlangsung lama pula. Itu disebabkan oleh kepentingan masing-masing terlalu banyak berbeda (De Graaf,l987).
Dalam catatan sejarah diketahui bahwa orang-orang Makassar di akhir 1674 dari pangkalannya di Demung telah melakukan penyerangan ke kota-kota di sepanjang pantai utara Jawa Timur. Kota pelabuhan Gerongan yang merupakan pelabuhan beras, misalnya, dalam waktu singkat dikuasainya. Mereka bahkan membunuh awak perahu milik warga Batavia Struys. Anehnya, para pejabat Mataram di kawasan pantai utara tak menunjukkan reaksi melihat daerahnya dilanda kerusuhan.
Menurut De Graaf (l987) Pangeran Adipati Anom rupanya telah memberikan perintah agar para pejabat Jawa tidak mengambil tindakan terhadap orang-orang Makassar yang melakukan penyerangan dan perampasan itu. Kepatuhan para penguasa setempat -- yakni bupati-bupati di daerah Surabaya dan Gresik -- atas perintah Pangeran Adipati Anom itu ternyata berakibat fatal. Sebab Sunan Amangkurat I kemudian memerintahkan agar para pejabat itu dibunuh.
Sejarah memang mencatat bahwa dalam proses suksesi atas kekuasaan Amangkurat I itu, telah terjadi berbagai macam rekayasa politik yang mengorbankan nyawa rakyat kecil yang terombang-ambing oleh ketidak-pastian angin kekuasaan. Para pejabat daerah setingkat bupati dihadapkan pada pilihan untuk patuh pada dua jalur perintah yang bertolak-belakang yakni perintah dari putera mahkota dan perintah sunan. Akibat dari manuver politik yang makin lama makin transparan itu, Pangeran Adipati Anom pada gilirannya dituduh mau merebut kekuasaan selagi ayahandanya masih berkuasa. Karena itu, ia dibenci oleh Sunan yang sudah tua itu, dan adiknya Pangeran Singasari ditetapkan sebagai pengganti ayahnya. Pangeran Puger dan Pangeran Sampang, memang telah menyatakan dukungan terhadap Pangeran Adipati Anom sebagai pengganti ayahnya, tetapi banyak pangeran lain yang bersumpah akan mendukung keputusan Sunan.
Kekisruhan situasi akibat proses suksesi dewasa itu berlangsung di mana-mana. Kekacauan yang pecah di pedalaman Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah, dikendalikan oleh Trunojoyo yang berpangkalan di Kediri. Sedang kekacauan di pantai utara Jawa Timur dan sebagaian Jawa Tengah dikendalikan oleh orang-orang Makassar di bawah Karaeng Bonto Marannu, Karaeng Galesong, Karaeng Tallo, dan sebagainya.
Menurut Jonge (dalam De Graaf, 1987) Sunan Amangkurat I yang marah karena merasa dikhianati putera mahkota itu mengirimkan 100 perahu perang ke Demung dengan membawa pasukan ribuan orang. Pasukan dipimpin Raden Prawirataruna dan Rangga Sidayu. Kekuatan laut Mataram itu kemudian bergabung dengan armada Belanda pimpinan Jan Franszen. Dan antara 17 - 24 Mei 1676 terjadi pertempuran antara pasukan Jan Franszen dengan pasukan Makassar di Demung. Sedang pasukan Rangga Sidayu bertempur di Keta. Namun dalam serbuan itu, pihak Mataran mengalami kehancuran dan panglima-panglima perangnya tewas dengan cara mengenaskan.
Rekayasa yang dilakukan oleh Pangeran Adipati Anom untuk merebut kekuasaan ayahandanya itu pada akhirnya memang berhasil sukses. Sebab setelah terjadi kerusuhan-kerusuhan di berbagai daerah yang akhirnya marak ke ibukota Mataram hingga Amangkurat I yang rambutnya sudah penuh uban itu mengungsi dan kemudian mati di Wanayasa tepatnya di Tegalwangi sebagaimana ditulis dalam Babad Tanah Jawi, maka Pangeran Adipati Anom diangkat menjadi raja Mataram. Namun dalam catatan Valentijn (dalam De Graaf, 1987) disebutkan bahwa untuk mempercepat matinya Sunan Amangkurat I dalam pengungsian itu, putera mahkota yakni Pangeran Adipati Anom telah memberikan sebutir pil.
Terlepas dari keberhasilan Pangeran Adipati Anom dalam melakukan rekayasa untuk merebut kekuasaan dari ayahnya, yang jelas akibat dari rekayasa itu adalah kehancuran daerah di sekitar Demung dan Ketah akibat perang dan kerusuhan. Bahkan tidak terhitung berapa jumlah korban yang harus mati dalam rekayasa itu. Yang jelas, korban itu umumnya adalah rakyat pedesaan dan prajurit-prajurit rendahan.
Berdasar uraian di muka, terdapat suatu petunjuk bahwa masyarakat di kawasan ini adalah komunitas yarg sangat fanatik terhadap agama yang dianutnya, sekaligus memiliki kecenderungan nativis yakni enggan menerima pengarah dari luar yang tidak sesuai dengan budaya mereka yang heroik yang terbentuk oleh latar sejarah mereka yang penuh diwarnai peperangan dan rekayasa politik.

没有评论: